Kamis, 12 September 2013

Pengkajian Sistem Endokrin



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengkajian Umum Sistem Endokrin
Dalam melakukan pengkajian keperawatan klien yang diduga atau yang mengalami gangguan sistem endokrin mungkin akan mengalami kesulitan, dikarenakan gambaran klinis yang sangat bervariasi. Namun apabila dilakukan dengan teliti, sistematis, serta memahami dengan baik fisiologi dari setiap hormon maka kesulitan akan dapat dihindarkan. Informasi dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga tentang riwayat penyakit dan kesehatan yang akan menjadi dasar pemeriksaan fisik dan perencanaan keperawatan. Perawat mengidentifikasi respons klien terhadap perubahan yang aktual serta mendiskusikan kemungkinan tindakan diagnostik dan rencana pengobatan. Penggabungan data fisik, psikososial, dan diagnostik sebagai pengkajian yang komprehensif.
Pengkajian sistem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem tubuh, karena efek hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem endokrin meliputi data biografi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. Pengkajian keperawatan merupakan bagian yang sangat penting untuk dapat mengidentifikasi penyakit dan menentukan diagnosa keperawatan yang selanjutnya merencanakan intervensi keperawatan.
A.    Data Biografi
Data biografi yang penting dalam kaitannya dengan sistem endokrin yang merupakan data dasar, diantaranya umur pasien, jenis kelamin, hal ini berkaitan dengan menentukan jenis penyakit tertentu misalnya seperti pada diabetes melitus tipe I atau II, dan data dari lainnya seperti nama, alamat, suku bangsa, nomor register.
a.       Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku bangsa, bahasa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b.      Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
B.     Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan utama
Terdiri dari keluhan utama nonspesifik dan keluhan utama spesifik.
Keluhan utama nonspesifik, yaitu terjadi lesu dan depresi, perubahan  kesadaran, penurunan energi, gangguan pola tidur, perubahan BB, perubahan mood dan afek, peubahan kulit dan rambut, perubahan penampilan umum, disfungsi seksual.
Keluhan utama  spesifik, yaitu terjadi perubahan status mental, perubahan tanda-tanda vital, palpitasi, tremor, letih, lemah, perubahan nafsu makan, berat badan turun, polidifsia dan polifagia, perubahan status bowel, abnormalitas organ seksual dan libido, perubahan penampilan, hiperfungsi adrenokortikal, abnormailtas pertumbuhan, perubahan kulit dan jaringan (vitiligo, miksudema), rambut (hirsutisme), mata (eksoptalmus), masalah tulang dan sendi, kolik renal dan batu, tetani, paresthesia dan kram otot.
b.      Riwayat penyakit sekarang
Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti menanyakan persepsi pasien tentang penyakitnya, mulai kapan tanda dan gejala muncul, jika ada nyeri bagaimana karakteristik nyerinya, penyebarannya, upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.
Riwayat kesehatan sekarang dapat ditanyakan dengan menggunakan metode PQRST:
·           Provokatif, Paliatif (apa yang memperberat dan apa yang memperingan gejala), perawat bisa menanyakan hal-hal apa saja yang bisa memperberat gejala, dan hal-hal yang bisa memperingan gejala.
·           Quality, Quantity (karakteristik keluhan dan jumlah).
·           Region, Radiasi, misalnya perawat menanyakan dimana lokasi/letak dari rasa nyeri yang dialami klien? Apakah nyeri yang dirasakan menyebar ke tempat lain? Apakah mengganggu dalam aktivitas sehari-hari?
·           Scale, contohnya menanyakan berapa skala nyeri yang dialami oleh klien?. Skala nyeri ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh perawat yang mengkaji keluhan nyeri.
·           Time, misalnya perawat menanyakan kapan keluhan nyeri dirasakan oleh klien. Apakah pagi hari, siang hari, ataukah malam hari.

c.       Riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat keperawatan klien
Perawat perlu mencatat riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien selain yang dialami sekarang, seperti adakah penyakit hipertensi, riwayat penyakit diabetes melitus, hipertiroid, hipotiroid, penyakit jantung. Pengobatan yang telah diberikan, serta pembedahan yang pernah dialami.
·         Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
·         Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
·         Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
·         Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
·         Selain itu perlu juga memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang diperoleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang diperoleh secara bebas. Jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral, dan obat-obatan anti hipertensif.
d.      Riwayat kesehatan keluarga dan resiko genetik
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau ganguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal. Tanyakan tentang riwayat obesitas keluarga, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, diabetes, infertilitas, penyakit tiroid, adakah penyakit herediter hemokromatosis, dan riwayat penyakit addison.
Dalam mengidentifikasi informasi ini, tentunya perawat harus sudah dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh klien/keluarga.
Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga, harus disertai dengan genogram.




Contoh genogram:








Keterangan:
        = laki-laki                                                       = meninggal
        = perempuan                                       D         = diabetes mellitus
        = lahir mati                                         S          = stroke
----- = tinggal serumah                                H         = hipertensi


e.       Riwayat diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, oleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
·         Adanya nausea, muntah, dan nyeri abdomen.
·         Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis.
·         Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan.
·         Pola makan dan minum sehari-hari.
·         Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid.
f.       Status sosial ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran.
g.      Pengkajian psikososial dan gaya hidup
Dilakukan dengan mengkaji toleransi klien terhadap stres dan pola koping, stressor di rumah atau tempat kerja, kesempatan istirahat dan rekreasi, hubungan dengan keluarga, support system, kerja sama keluarga dalam perawatan, kebiasan seperti merokok, latihan, diet, dan pola tidur.
Perawat juga mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit. Sejumlah gangguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual, reproduksi, dan lain-lain yang mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

C.    Pola Fungsi Kesehatan
a.         Pola pemenuhan nutrisi:
·           Mengkaji tinggi badan dan berat badan.
·           Apakah ideal antara berat badan dan tinggi badannya, berapa yang diinginkan berat badannya.
·           Adakah perubahan pola makan, baik jumlah maupun jenisnya.
·           Adakah perubahan nafsu makan?
·           Bagimana keadaan rambut? distribusi?
·           Keadaan warna kulit, khususnya pada wajah, leher, tangan.
·           Adakah tanda-tanda malnutrisi?
b.        Pola eliminasi:
·           Frekuensi BAK, BAB.
·           Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih dari normal? BAK sering pada malam hari.
·           Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK?
·           Penggunaan laksativ untuk membantu BAB.
c.         Pola aktivitas dan latihan:
·           Aktivitas yang bisa dilakukan sehari-hari.
·           Adakah program khusus latihan.
·           Apakah olahraga secara rutin, bagimana polanya.
·           Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas.
·           Apakah mudah lelah dan letih saat beraktivitas.
d.        Pola istirahat dan tidur:
·           Berapa jam waktu tidur.
·           Adakah gangguan tidur?
·           Adakah tanda-tanda kurang tidur?
·           Bagaimana pola tidurnya?
·           Adakah pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur?
e.         Pola kognitif persepsi sensori:
·           Adakah gangguan memori?
·           Adakah gangguan orientasi?
·           Adakah gangguan intelektua?l
f.         Pola konsep diri:
·           Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
·           Identitas diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan orang lain.
·           Peran diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
·           Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu.
·           Harga diri: pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya.
g.        Pola peran-hubungan:
Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun lingkungan sekitarnya.
h.        Pola seksualitas:
·           Apakah sudah menikah, mempunyai anak?
·           Pola hubungan seksual, kepuasan dalam hubungan seksual.
·           Adakah perubahan hasrat seksual?
·           Adakah perubahan menstruasi?
·           Bagaimana kemampuan ereksi?
i.          Pola mekanisme koping:
·           Apakah mempunyai stressor?
·           Bagaimana mengatasi stressor?
·           Bagimana support system yang dilakukan?
j.          Pola nilai dan kepercayaan:
Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut oleh klien, dan kebiasaan klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang pencipta.

D.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi untuk mendapatkan data objektif. Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin bersifat menyeluruh, namun manifestasi klinik akan sangat membantu dalam memfokuskan pemeriksaan fisik.

Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan energi. Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan.
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang, dan ringan, serta sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir. Pada mata amati adanya edema periorbita dan exoptalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
Di daerah leher, amati bentuk leher, apakan leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi. Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengindikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit (hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan catat lokasinya dengan jelas bila dijumpai kelainan pada kulit leher lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penyembuhan yang lama, bersisik, dan ptechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal. Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit di kulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah klavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut aksila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Pada pemeriksaan genitalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan mengadakan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tunggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat dipalpasi. Pada saat dilakukan pemriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk. Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palapasi pemeriksaan berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes dilakukan denganm posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran atau besarnya simetris tidaknya, konsistensi dan ada tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinar dan kenyal seperti karet.

Auskultasi
Mendengar bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi “bruit”. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk menidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabolisme tubuh.

Selain dengan tehnik di atas, pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan memeriksa keadaan fisik klien dengan cara head-to-toe:
a.         Tanda vital seperti pernapasan, suhu, tekanan darah dan nadi. Adanya perubahan tanda vital sering terjadi misalnya pada pasien dengan hipertiroid, hipotiroid yang berakibat pada perubahan kardiovaskuler sehingga dapat terjadi bradikardi, takhikardi. Peningkatan suhu tubuh dan penurunan suhu tubuh dapat terjadi pada peningkatan atau penurunan metabolisme tubuh pada pasien dengan gangguan tiroid. Tekanan darah dapat menurun atau meningkat.
b.        Kulit, perubahan warna kulit seperti kemerahan, ekimosis, sianosis, striae. Observasi rambut, distribusinya dan teksturnya. Inpeksi warna, pigmentasi, striae, ekimosis. Adakah kemerahan, sianosis, kekuningan, hematoma. Palpasi tekstur dan keadaan keringat.
·           Hiperpigmentasi pada persendian, genetalia ditemukan pada penyakit addison. Hal ini dikarenakan kekurangan adrenokartikal kronik menyebabkan kelebihan pigmen pada kulit.
·           Pigmentasi abu-abu kecoklatan di leher dan ketiak ditemukan pada pasien dengan cushing syndrome.
·           Pigmentasi kuning pada palmar dapat mengindikasikan penyakit hiperlipidemia.
·           Penurunan pigmentasi kulit dapat terjadi pada panhipopituitari.
·           Keadaan kulit yang kering, keras dan bersisik menjadi indikasi pada hipotiroid.
·           Kulit hangat, lembab, tipis dapat ditemukan pada hipertiroid.
·           Striae keunguan dan ekimosis dapat ditemukan pada cushing syndrome.
·           Edema, dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema).
·           Penyembuhan luka yang lama, indikasi penyakit diabetes melitus.
·           Pertumbuhan yang terlambat atau cepat, terjadi pada kekurangan atau kelebihan growth hormone.
·           Perubahan distribusi rambut, jumlah, tekstur, dapat terjadi pada pasien dengan gangguan tiroid.
c.         Kepala, kesimetrisan, proporsi dengan anggota tubuh yang lain, bentuk dan ukuran, ekspresi wajah pada kecemasan. Pada gangguan hormon pituitari dapat ditemukan pembesaran ukuran kepala, pembesaran rahang dan pertumbuhan gigi tidak rata. Perubahan bentuk yang terjadi adalah penurunan ukuran bibir dan hidung, penonjolan supraorbital.
d.        Mata, kaji ketajaman penglihatan, kesimetrisan, posisi, edema pada mata, pergerakan bola mata.
·           Kebutaan, misalnya pada penyakit DM.
·           Mata yang melotot keluar (exopthalmos), karakteristik dari hipertiroid.
e.         Leher, adakah pembesaran, simetris atau tidak, adakah gangguan menelan dan bicara. Lakukan pemeriksaan kelenjar tiroid.
f.         Thoraks, pada laki-laki adakah pembesaran mamae, pada perempuan payudara kecil. Auskultasi bunyi paru dan jantung.
·           Atropi payudara pada wanita terjadi pada hipopituitari
·           Ginekomastia dapat ditemukan
·           Perubahan tanda vital, misalnya hipertensi dapat terjadi pada tumor adrenal, menurunkannya sekresi ADH.
·           Meningkatnya nadi dan denyut jantung, misalnya pada pasien dengan hipertiroid.
g.        Abdomen, dapat ditemukan:
·           Pembesaran hati, limpa.
·           Peristaltik usus menurun pada hipotiroid.
·           Perubahan pola eliminasi bowel seperti diare, misalnya pada pasien hipertiroid, konstipasi sering terjadi pada hipotiroid.
·           Rasa haus dan makan yang berlebihan, karakteristik penyakit DM.
h.        Genitalia, adanya atropi pada laki-laki merupakan indikasi hipopituitari.
·         Frekuensi urin yang berlebihan (poliuria), indikasi pada pasien DM.
·         Adanya batu ginjal, indikasi pada hiperparatiroid.
·         Perubahan siklus menstruasi, penurunan libido, impoten merupakan indikasi gangguan pada hormon gonadotropin.
i.          Ekstremitas, kaji bentuk, ukuran, kesimetrisan, kekuatan otot, ROM. Dapat ditemukan adanya kelemahan tonus otot, nyeri sendi saat digerakkan, pembesaran tangan dan kaki, trunkei obesitas (badan besar ekstremitas kecil).

E.     Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik merupakan hal penting dalam perawatan klien di rumah sakit. Tidak dapat dipisahkan dari rangkaian pengobatan dan perawatan. Validitas dari hasil pemeriksaan diagnostik sangat ditentukan oleh bahan pemeriksaan, persiapan klien, alat dan bahan yang digunakan serta pemeriksaannya sendiri. Dua hal pertama menjadi tugas dan tanggung jawab perawat. Oleh karena itu pemahaman perawat terhadap berbagai pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien sangatlah menentukan keberhasilannya. Begitu halnya pada klien yang diduga atau yang menderita gangguan sistem endokrin, pemahaman perawat yang lebih baik tentang berbagai prosedur diagnostik yang lazim sangatlah diharapkan.
a.       Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar hipofise
1.         Foto tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.

2.         Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Poada klien dengan giganisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.
3.         CT scan otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak selama prosedur.
4.         Pemeriksaan darah dan urine
·         Kadar Growth Hormon
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5cc.
·         Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dilakukan darah lebih kurang 5 cc.
·         Kadar Adenokartiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urine 24 jam. Hasil normal bila:
-     ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl.
-     17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
b.      Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar tiroid
1.         Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
·         Normal: 10-35%
·         Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiroidisme
·         Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi iodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.
2.      T3 dan T4 serum
Persiapan fisik secara khuus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
·           Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl
T4 6-12 mg/dl
·           Nilai normal pada bayi/anak
T3 : 180-240 mg/dl
3.      Up take T3 Resin
Bertujuan mengukuran jumlah hormone tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormone tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutukan specimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
·           Nilai normal pada :
Dewasa : 25-35% uptake oleh resin
Anak : pada umumnya tidak ada
4.      Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
5.      Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa waktu.
6.      Scanning Tyroid
Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :
Radio lodine scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin nodul dingin (20%) adalah ganas.
Up take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.
c.       Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar paratiroid
1.      Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan reangens sulkowitch bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.
Pembacaan hasil secara kwantitatif:
·         Negative (-): tidak terjadi kekeruhan
·         Positif (+): terjadi kekeruhan haslus
·         Positif (+ +): kekeruhan sedang
·         Positif (+ + +): kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik
·         Positif (+ + + +): kekurangan hebat terjadi seketika
2.      Percobaan Elworth-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis posfor yang dipengaruhi oleh parathormon.
3.      Percobaan Kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Normal bila pospor serum dan pospor diuresis berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
4.      Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya klasifikasi tulang, penipisan, dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai klasifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
5.      Pemeriksaan Electrocardiogram (ECG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.
6.      Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.
d.      Pemeriksaan fungsi korteks adrenal
1.    Pemeriksaan hematologi
·           Kadar kortisol, pengukuran dilakukan pada saat tertentu misalnya pada pagi atau sore hari, untuk menilai fungsi kortek adrenal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari antara jam 6.00 – 8.00 dan menurun pada malam hari. Nilai normal pada jam 8.00 : 5-23 g/dl pada jam 16.00 : 3-13 g/dl.
·           Aldosteron, untuk mendiagnosa hiperadosteronisme, banyak faktor yang memeperngaruhi kadar aldesteron yaitu intake potassium, pembatasan sodium dan posisi berdiri atau berbaring/terlentang serta kehamilan, nilai normal posisi terlentang _ 3-10 ng/dl dan posisi berdiri, duduk lebih dari 2 jam : 50 ng/dl.
·           Serum ACTH, untuk mengetahui fungsi pituitari anterior. Nilai normal pada pagi hari kurang dari 80 pg/ml dan sore hari kurang dari 50 pg/ml.
·           Serum renin assay, untuk membantu mendiagnosa adanya hiperaldosteronisme primer atau sekunder. Pemeriksaan ini untuk mengukur renin yang diproduksi di apparatus juxtaglomerulus sebagai respon menurunnya aliran darah ke ginjal. Nilai normal dengan pembatasan sodium usia 20-30 tahun ; 2,9 – 24 ng/dl/jam, usia lebih dari 40 tahun : 2,9-10,8 ng/ml/jam. Pada diet normal sodium nilsi normal pada usia 20-30 tahun : 0,1-4,3 ng/ml/jam dan usia lebih dari 40 tahun : 0,1-3 ng/ml/jam.
2.    Pemeriksaan urin
·           Pemeriksaan aldosteron urin, nilai normal 2-26 pg/24 jam
·           Pemeriksaan kortisol urin, mengukur kadar kortisol dan fungsi korteks adrenal. Kadar kortisol dan fungsi stress, aktivitas dan obat-obatan. Nilai normal : <100 g/ 24 jam.
·           17 hidroksi kortikosteroid (17-OHCS), mengukur metabolisme kortisol (17-OHCS) pada 24 jam. Nilai normal pada laki-laki : 3-10 mg/24 jam, wanita : 2-8 mg/dl
·           17 - Ketosteroid, untuk mengukur fungsi kortek adrenal, khususnya berhubungan dengan fungsi androgen.
e.       Pemeriksaan fungsi medulla adrenal
Pemeriksaan darah: peningkatan serum katekolamin, pengukuran hormon metanepharine. Pemeriksaan uin asam vanillylmandelic, unuk mengukur hasil metabolisme katekolamin yang dilakukan melalui urin. Test supresi klonidin (Catapres), yaitu dengan memberikan obat dosis tunggal klonidin per oral. Normal apabila setelah 2 samapi 3 jam terjadi penurunan kadar total katekolamin plasma sedikitnya 40%.
f.       Pemeriksaan fungsi hormon pankreas
1.    Pemeriksaan hematologi
·           Pemriksaan gula adarah puasa atau fasting Blood Sugar (FBS), untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa. Pasien tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00 pagi samapi 20.00, minum boleh. Nilai normal : 80-120 mg/100ml serum
·           Pemeriksaan gula darah postprandial, untuk menentukan kadar gula darah sesuah makan. Pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam kemudian diambil darah venanya. Nilai normal : kurang dari 120 mg/100 ml serum.
·           Pemeriksaan toleransi glukosa oral/Oral glukosa tolerance test (TTGO), pemriksaan ini bertujuan menentukan toleransi tehadapa respons pemberian glukosa. Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemriksaan (untuk mengukur respon tubuhh tehadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi stress 9keadaan banyak aktivitas dan stres menstruasi epinefrin dan kortisol dan berpengaruh tehadap peningkatan gula darah melalui peningkatan glukoneogenesis. Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.
·           Essei hemoglobin glikolisat, test ini mengukur prosentasi glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pada pasien DM tejadi peningkatan (N:5-6 %)
·           Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
2.    Pemeriksaan glukosa urin
·           Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal tehadap glukosa teganggu.
·           Pemeriksaan ketone urin
·           Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada urin akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria menunjukan adanya ketoasidosis.