BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian Umum Sistem Endokrin
Dalam
melakukan pengkajian keperawatan klien yang diduga atau yang mengalami gangguan
sistem endokrin mungkin akan mengalami kesulitan, dikarenakan gambaran klinis
yang sangat bervariasi. Namun apabila dilakukan dengan teliti, sistematis,
serta memahami dengan baik fisiologi dari setiap hormon maka kesulitan akan
dapat dihindarkan. Informasi dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga
tentang riwayat penyakit dan kesehatan yang akan menjadi dasar pemeriksaan fisik
dan perencanaan keperawatan. Perawat mengidentifikasi respons klien terhadap
perubahan yang aktual serta mendiskusikan kemungkinan tindakan diagnostik dan
rencana pengobatan. Penggabungan data fisik, psikososial, dan diagnostik
sebagai pengkajian yang komprehensif.
Pengkajian
sistem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem tubuh, karena efek
hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem endokrin meliputi data
biografi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian keperawatan merupakan bagian yang sangat penting untuk dapat
mengidentifikasi penyakit dan menentukan diagnosa keperawatan yang selanjutnya
merencanakan intervensi keperawatan.
A. Data Biografi
Data biografi yang
penting dalam kaitannya dengan sistem endokrin yang merupakan data dasar,
diantaranya umur pasien, jenis kelamin, hal ini berkaitan dengan menentukan
jenis penyakit tertentu misalnya seperti pada diabetes melitus tipe I atau II,
dan data dari lainnya seperti nama, alamat, suku bangsa, nomor register.
a.
Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku
bangsa, bahasa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b.
Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan pasien.
B. Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan utama
Terdiri dari keluhan
utama nonspesifik dan keluhan utama spesifik.
Keluhan
utama nonspesifik, yaitu terjadi lesu dan depresi, perubahan
kesadaran, penurunan energi, gangguan pola tidur, perubahan BB, perubahan mood dan afek, peubahan kulit dan rambut, perubahan penampilan umum, disfungsi seksual.
Keluhan
utama spesifik,
yaitu terjadi perubahan
status mental, perubahan
tanda-tanda vital, palpitasi, tremor, letih, lemah, perubahan nafsu makan, berat badan turun, polidifsia dan polifagia, perubahan status bowel, abnormalitas organ seksual dan libido, perubahan penampilan, hiperfungsi adrenokortikal,
abnormailtas pertumbuhan,
perubahan kulit dan jaringan
(vitiligo, miksudema), rambut (hirsutisme), mata (eksoptalmus), masalah tulang dan sendi, kolik renal dan batu, tetani, paresthesia dan kram otot.
b.
Riwayat penyakit sekarang
Perawat memfokuskan
pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan
seperti menanyakan persepsi pasien tentang penyakitnya, mulai kapan tanda dan
gejala muncul, jika ada nyeri bagaimana karakteristik nyerinya, penyebarannya,
upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.
Riwayat kesehatan sekarang dapat ditanyakan dengan menggunakan metode
PQRST:
·
Provokatif,
Paliatif (apa yang memperberat dan apa yang memperingan gejala), perawat bisa
menanyakan hal-hal apa saja yang bisa memperberat gejala, dan hal-hal yang bisa
memperingan gejala.
·
Quality,
Quantity (karakteristik keluhan dan jumlah).
·
Region,
Radiasi, misalnya perawat menanyakan dimana lokasi/letak dari rasa nyeri yang
dialami klien? Apakah nyeri yang dirasakan menyebar ke tempat lain? Apakah
mengganggu dalam aktivitas sehari-hari?
·
Scale,
contohnya menanyakan berapa skala nyeri yang dialami oleh klien?. Skala nyeri
ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh perawat yang mengkaji keluhan
nyeri.
·
Time,
misalnya perawat menanyakan kapan keluhan nyeri dirasakan oleh klien. Apakah pagi
hari, siang hari, ataukah malam hari.
c.
Riwayat penyakit yang pernah dialami dan
riwayat keperawatan klien
Perawat perlu mencatat
riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien selain yang dialami sekarang, seperti
adakah penyakit hipertensi, riwayat penyakit diabetes melitus, hipertiroid, hipotiroid,
penyakit jantung. Pengobatan yang telah diberikan, serta pembedahan yang pernah
dialami.
·
Tanda-tanda seks sekunder yang tidak
berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak
berkembang dan lain-lain.
·
Berat badan yang tidak sesuai dengan
usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
·
Gangguan psikologis seperti mudah marah,
sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
·
Hospitalisasi, perlu dikaji alasan
hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan
sesuai dengan waktu kejadiannya.
·
Selain itu perlu juga memperoleh
informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu.
Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang diperoleh dari dokter atau
petugas kesehatan maupun obat-obatan yang diperoleh secara bebas. Jenis
obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas
hormonal seperti hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral, dan
obat-obatan anti hipertensif.
d.
Riwayat kesehatan keluarga dan resiko
genetik
Mengkaji kemungkinan
adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau
ganguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal.
Tanyakan tentang riwayat obesitas keluarga, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, diabetes, infertilitas, penyakit tiroid, adakah penyakit
herediter hemokromatosis, dan riwayat penyakit addison.
Dalam mengidentifikasi
informasi ini, tentunya perawat harus sudah dapat menerjemahkan informasi yang
ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh
klien/keluarga.
Pada pengkajian riwayat
kesehatan keluarga, harus disertai dengan genogram.
Contoh
genogram:
Keterangan:
=
laki-laki =
meninggal
=
perempuan D = diabetes mellitus
=
lahir mati S = stroke
----- = tinggal serumah H = hipertensi
e.
Riwayat diit
Perubahan status
nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan
endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor
penyebab, oleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
·
Adanya nausea, muntah, dan nyeri
abdomen.
·
Penurunan atau penambahan berat badan
yang drastis.
·
Selera makan yang menurun atau bahkan
berlebihan.
·
Pola makan dan minum sehari-hari.
·
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik
terhadap kelenjar tiroid.
f.
Status sosial ekonomi
Karena status sosial
ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam
mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien.
Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan
lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan
bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan
bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan
upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat
mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama
merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran.
g.
Pengkajian psikososial dan gaya hidup
Dilakukan dengan
mengkaji toleransi klien
terhadap stres dan pola
koping,
stressor di rumah atau tempat
kerja,
kesempatan istirahat dan
rekreasi,
hubungan dengan keluarga,
support system, kerja sama keluarga dalam perawatan,
kebiasan
seperti merokok,
latihan, diet, dan pola tidur.
Perawat juga mengkaji
keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan serta bagaimana
keyakinan klien tentang sehat dan sakit. Sejumlah gangguan endokrin yang serius
mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena
perubahan-perubahan yang menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual,
reproduksi, dan lain-lain yang mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan
keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang
biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.
C. Pola Fungsi Kesehatan
a.
Pola pemenuhan nutrisi:
·
Mengkaji tinggi badan dan berat badan.
·
Apakah ideal antara berat badan dan
tinggi badannya, berapa yang diinginkan berat badannya.
·
Adakah perubahan pola makan, baik jumlah
maupun jenisnya.
·
Adakah perubahan nafsu makan?
·
Bagimana keadaan rambut? distribusi?
·
Keadaan warna kulit, khususnya pada
wajah, leher, tangan.
·
Adakah tanda-tanda malnutrisi?
b.
Pola eliminasi:
·
Frekuensi BAK, BAB.
·
Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih
dari normal? BAK sering pada malam hari.
·
Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK?
·
Penggunaan laksativ untuk membantu BAB.
c.
Pola aktivitas dan latihan:
·
Aktivitas yang bisa dilakukan
sehari-hari.
·
Adakah program khusus latihan.
·
Apakah olahraga secara rutin, bagimana
polanya.
·
Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas.
·
Apakah mudah lelah dan letih saat
beraktivitas.
d.
Pola istirahat dan tidur:
·
Berapa jam waktu tidur.
·
Adakah gangguan tidur?
·
Adakah tanda-tanda kurang tidur?
·
Bagaimana pola tidurnya?
·
Adakah pemberian obat-obatan untuk
mengatasi gangguan tidur?
e.
Pola kognitif persepsi sensori:
·
Adakah gangguan memori?
·
Adakah gangguan orientasi?
·
Adakah gangguan intelektua?l
f.
Pola konsep diri:
·
Gambaran
diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
·
Identitas
diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan orang lain.
·
Peran
diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
·
Ideal
diri: persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan
bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu.
·
Harga
diri: pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya.
g.
Pola peran-hubungan:
Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun
lingkungan sekitarnya.
h.
Pola seksualitas:
·
Apakah sudah menikah, mempunyai anak?
·
Pola hubungan seksual, kepuasan dalam
hubungan seksual.
·
Adakah perubahan hasrat seksual?
·
Adakah perubahan menstruasi?
·
Bagaimana kemampuan ereksi?
i.
Pola mekanisme koping:
·
Apakah mempunyai stressor?
·
Bagaimana mengatasi stressor?
·
Bagimana support system yang dilakukan?
j.
Pola nilai dan kepercayaan:
Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut
oleh klien, dan kebiasaan klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang
pencipta.
D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi untuk mendapatkan data
objektif. Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin bersifat menyeluruh, namun
manifestasi klinik akan sangat membantu dalam memfokuskan pemeriksaan fisik.
Inspeksi
Disfungsi sistem
endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan
reproduksi, metabolisme dan energi. Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan
dengan satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan
pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif
dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap
jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya
dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan.
Pertama-tama, amatilah
penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang, dan ringan, serta
sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan
pada abnormalitas struktur bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi,
rahang dan bibir. Pada mata amati adanya edema periorbita dan exoptalmus serta
apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan
bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan.
Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
Di daerah leher, amati
bentuk leher, apakan leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran
leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu
dilakukan palpasi. Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat
mengindikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit
(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan catat
lokasinya dengan jelas bila dijumpai kelainan pada kulit leher lanjutkan dengan
memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penyembuhan yang
lama, bersisik, dan ptechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan
hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai
pada klien hipofungsi kelenjar adrenal. Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit
tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit di
kulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan
ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang
yang biasa disebut bufflow neck atau
leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah klavikula sehingga klien tampak
seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk
dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan
hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder,
oleh sebab itu amati keadaan rambut aksila dan dada. Pertumbuhan rambut yang
berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati
bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan.
Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi
adrenokortikal. Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal
dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Pada pemeriksaan genitalia, amati
kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.
Palpasi
Kelenjar tiroid dan
testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal,
kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan mengadakan
kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul
tunggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat dipalpasi. Pada saat
dilakukan pemriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk
menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk. Untuk hasil yang lebih
baik, dalam melakukan palapasi pemeriksaan berada dibelakang klien dengan
posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari
lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes
dilakukan denganm posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat.
Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu
dengan yang lainnya terhadap ukuran atau besarnya simetris tidaknya,
konsistensi dan ada tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka
terhadap sinar dan kenyal seperti karet.
Auskultasi
Mendengar bunyi
tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam
tubuh. Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi
“bruit”. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat
diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid
sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula
dilakukan untuk menidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung
seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan
keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabolisme tubuh.
Selain dengan tehnik di
atas, pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan memeriksa keadaan fisik klien dengan
cara head-to-toe:
a.
Tanda vital seperti pernapasan, suhu,
tekanan darah dan nadi. Adanya perubahan tanda vital sering terjadi misalnya
pada pasien dengan hipertiroid, hipotiroid yang berakibat pada perubahan
kardiovaskuler sehingga dapat terjadi bradikardi, takhikardi. Peningkatan suhu
tubuh dan penurunan suhu tubuh dapat terjadi pada peningkatan atau penurunan
metabolisme tubuh pada pasien dengan gangguan tiroid. Tekanan darah dapat
menurun atau meningkat.
b.
Kulit, perubahan warna kulit seperti
kemerahan, ekimosis, sianosis, striae. Observasi rambut, distribusinya dan
teksturnya. Inpeksi warna, pigmentasi, striae, ekimosis. Adakah kemerahan,
sianosis, kekuningan, hematoma. Palpasi tekstur dan keadaan keringat.
·
Hiperpigmentasi pada persendian,
genetalia ditemukan pada penyakit addison. Hal ini dikarenakan kekurangan
adrenokartikal kronik menyebabkan kelebihan pigmen pada kulit.
·
Pigmentasi abu-abu kecoklatan di leher
dan ketiak ditemukan pada pasien dengan cushing
syndrome.
·
Pigmentasi kuning pada palmar dapat
mengindikasikan penyakit hiperlipidemia.
·
Penurunan pigmentasi kulit dapat terjadi
pada panhipopituitari.
·
Keadaan kulit yang kering, keras dan
bersisik menjadi indikasi pada hipotiroid.
·
Kulit hangat, lembab, tipis dapat
ditemukan pada hipertiroid.
·
Striae keunguan dan ekimosis dapat
ditemukan pada cushing syndrome.
·
Edema, dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema).
·
Penyembuhan luka yang lama, indikasi
penyakit diabetes melitus.
·
Pertumbuhan yang terlambat atau cepat,
terjadi pada kekurangan atau kelebihan growth
hormone.
·
Perubahan distribusi rambut, jumlah,
tekstur, dapat terjadi pada pasien dengan gangguan tiroid.
c.
Kepala, kesimetrisan, proporsi dengan
anggota tubuh yang lain, bentuk dan ukuran, ekspresi wajah pada kecemasan. Pada
gangguan hormon pituitari dapat ditemukan pembesaran ukuran kepala, pembesaran
rahang dan pertumbuhan gigi tidak rata. Perubahan bentuk yang terjadi adalah
penurunan ukuran bibir dan hidung, penonjolan supraorbital.
d.
Mata, kaji ketajaman penglihatan,
kesimetrisan, posisi, edema pada mata, pergerakan bola mata.
·
Kebutaan, misalnya pada penyakit DM.
·
Mata yang melotot keluar (exopthalmos), karakteristik dari
hipertiroid.
e.
Leher, adakah pembesaran, simetris atau
tidak, adakah gangguan menelan dan bicara. Lakukan pemeriksaan kelenjar tiroid.
f.
Thoraks, pada laki-laki adakah
pembesaran mamae, pada perempuan payudara kecil. Auskultasi bunyi paru dan
jantung.
·
Atropi payudara pada wanita terjadi pada
hipopituitari
·
Ginekomastia dapat ditemukan
·
Perubahan tanda vital, misalnya
hipertensi dapat terjadi pada tumor adrenal, menurunkannya sekresi ADH.
·
Meningkatnya nadi dan denyut jantung,
misalnya pada pasien dengan hipertiroid.
g.
Abdomen, dapat ditemukan:
·
Pembesaran hati, limpa.
·
Peristaltik usus menurun pada hipotiroid.
·
Perubahan pola eliminasi bowel seperti
diare, misalnya pada pasien hipertiroid, konstipasi sering terjadi pada
hipotiroid.
·
Rasa haus dan makan yang berlebihan,
karakteristik penyakit DM.
h.
Genitalia, adanya atropi pada laki-laki
merupakan indikasi hipopituitari.
·
Frekuensi urin yang berlebihan
(poliuria), indikasi pada pasien DM.
·
Adanya batu ginjal, indikasi pada
hiperparatiroid.
·
Perubahan siklus menstruasi, penurunan
libido, impoten merupakan indikasi gangguan pada hormon gonadotropin.
i.
Ekstremitas, kaji bentuk, ukuran,
kesimetrisan, kekuatan otot, ROM. Dapat ditemukan adanya kelemahan tonus otot,
nyeri sendi saat digerakkan, pembesaran tangan dan kaki, trunkei obesitas
(badan besar ekstremitas kecil).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik
merupakan hal penting dalam perawatan klien di rumah sakit. Tidak dapat
dipisahkan dari rangkaian pengobatan dan perawatan. Validitas dari hasil
pemeriksaan diagnostik sangat ditentukan oleh bahan pemeriksaan, persiapan
klien, alat dan bahan yang digunakan serta pemeriksaannya sendiri. Dua hal
pertama menjadi tugas dan tanggung jawab perawat. Oleh karena itu pemahaman
perawat terhadap berbagai pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
sangatlah menentukan keberhasilannya. Begitu halnya pada klien yang diduga atau
yang menderita gangguan sistem endokrin, pemahaman perawat yang lebih baik
tentang berbagai prosedur diagnostik yang lazim sangatlah diharapkan.
a.
Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar
hipofise
1.
Foto tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat
kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan
persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan
prosedur sangatlah penting.
2.
Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat
kondisi tulang. Poada klien dengan giganisme akan dijumpai ukuran tulang yang
bertambah besar dari ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai
tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya ke samping. Persiapan fisik
secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.
3.
CT scan otak
Dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi.
Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien
dapat diam tidak bergerak selama prosedur.
4.
Pemeriksaan darah dan urine
·
Kadar Growth Hormon
Nilai normal 10 µg ml
baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran
nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5cc.
·
Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
Nilai normal 6-10
µg/ml. dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau
sekunder. Dilakukan darah lebih kurang 5 cc.
·
Kadar Adenokartiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan
dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena
lebih kurang 5 cc dan urine 24 jam. Hasil normal bila:
- ACTH
menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl.
- 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid
(17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
b.
Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar
tiroid
1.
Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan pemeriksaan
adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
·
Normal: 10-35%
·
Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat
terjadi pada hipotiroidisme
·
Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat
terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi iodium yang sudah lama dan pada
pengobatan lama hipertiroidisme.
2.
T3 dan T4 serum
Persiapan fisik secara
khuus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
·
Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas: 0,1-0,6
mg/dl
T4 6-12 mg/dl
·
Nilai normal pada bayi/anak
T3 : 180-240 mg/dl
3.
Up take T3 Resin
Bertujuan mengukuran
jumlah hormone tiroid (T3) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila
TBG naik berarti hormone tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada
hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutukan specimen darah vena
sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
·
Nilai normal pada :
Dewasa : 25-35% uptake
oleh resin
Anak : pada umumnya
tidak ada
4.
Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur
jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml
darah. Specimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan
sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
5.
Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk
mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh dibawah
kondisi basal selama beberapa waktu.
6.
Scanning Tyroid
Dapat digunakan
beberapa teknik antara lain :
Radio
lodine scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul
tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak
berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
Sedangkan nodul dingin nodul dingin (20%) adalah ganas.
Up
take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan
jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.
c.
Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar
paratiroid
1.
Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk
memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui
aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan reangens
sulkowitch bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma
diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) menunjukkan
kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium
tinggi.
Pembacaan hasil secara
kwantitatif:
·
Negative (-): tidak terjadi kekeruhan
·
Positif (+): terjadi kekeruhan haslus
·
Positif (+ +): kekeruhan sedang
·
Positif (+ + +): kekeruhan banyak timbul
dalam waktu kurang dari 20 detik
·
Positif (+ + + +): kekurangan hebat
terjadi seketika
2.
Percobaan Elworth-Howard
Percobaan didasarkan
pada diuresis posfor yang dipengaruhi oleh parathormon.
3.
Percobaan Kalsium intravena
Percobaan ini
didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan
pembentukan parathormon. Normal bila pospor serum dan pospor diuresis
berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak
berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan
tetapi pospor diuresis meningkat.
4.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya klasifikasi tulang, penipisan, dan
osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai klasifikasi bilateral pada dasar
tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang
menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
5.
Pemeriksaan Electrocardiogram (ECG)
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar
kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai
gelombang Q-T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q-T mungkin
normal.
6.
Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan
kadar kalsium.
d.
Pemeriksaan fungsi korteks adrenal
1.
Pemeriksaan hematologi
·
Kadar kortisol, pengukuran dilakukan
pada saat tertentu misalnya pada pagi atau sore hari, untuk menilai fungsi
kortek adrenal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari antara jam 6.00 – 8.00
dan menurun pada malam hari. Nilai normal pada jam 8.00 : 5-23 g/dl pada jam 16.00 :
3-13 g/dl.
·
Aldosteron, untuk mendiagnosa
hiperadosteronisme, banyak faktor yang memeperngaruhi kadar aldesteron yaitu
intake potassium, pembatasan sodium dan posisi berdiri atau
berbaring/terlentang serta kehamilan, nilai normal posisi terlentang _ 3-10
ng/dl dan posisi berdiri, duduk lebih dari 2 jam : 50 ng/dl.
·
Serum ACTH, untuk mengetahui fungsi
pituitari anterior. Nilai normal pada pagi hari kurang dari 80 pg/ml dan sore
hari kurang dari 50 pg/ml.
·
Serum
renin assay, untuk membantu mendiagnosa adanya
hiperaldosteronisme primer atau sekunder. Pemeriksaan ini untuk mengukur renin
yang diproduksi di apparatus juxtaglomerulus sebagai respon menurunnya aliran
darah ke ginjal. Nilai normal dengan pembatasan sodium usia 20-30 tahun ; 2,9 –
24 ng/dl/jam, usia lebih dari 40 tahun : 2,9-10,8 ng/ml/jam. Pada diet normal
sodium nilsi normal pada usia 20-30 tahun : 0,1-4,3 ng/ml/jam dan usia lebih
dari 40 tahun : 0,1-3 ng/ml/jam.
2.
Pemeriksaan urin
·
Pemeriksaan aldosteron urin, nilai normal
2-26 pg/24 jam
·
Pemeriksaan kortisol urin, mengukur
kadar kortisol dan fungsi korteks adrenal. Kadar kortisol dan fungsi stress,
aktivitas dan obat-obatan. Nilai normal : <100 g/ 24 jam.
·
17
hidroksi kortikosteroid (17-OHCS), mengukur metabolisme kortisol
(17-OHCS) pada 24 jam. Nilai normal pada laki-laki : 3-10 mg/24 jam, wanita :
2-8 mg/dl
·
17
- Ketosteroid, untuk mengukur fungsi kortek adrenal,
khususnya berhubungan dengan fungsi androgen.
e.
Pemeriksaan fungsi medulla adrenal
Pemeriksaan darah:
peningkatan serum katekolamin, pengukuran hormon metanepharine. Pemeriksaan uin
asam vanillylmandelic, unuk mengukur hasil metabolisme katekolamin yang
dilakukan melalui urin. Test supresi klonidin (Catapres), yaitu dengan
memberikan obat dosis tunggal klonidin per oral. Normal apabila setelah 2
samapi 3 jam terjadi penurunan kadar total katekolamin plasma sedikitnya 40%.
f.
Pemeriksaan fungsi hormon pankreas
1.
Pemeriksaan hematologi
·
Pemriksaan gula adarah puasa atau
fasting Blood Sugar (FBS), untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat
puasa. Pasien tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00 pagi
samapi 20.00, minum boleh. Nilai normal : 80-120 mg/100ml serum
·
Pemeriksaan gula darah postprandial,
untuk menentukan kadar gula darah sesuah makan. Pasien diberi makan kira-kira
100 gr karbohidrat, dua jam kemudian diambil darah venanya. Nilai normal :
kurang dari 120 mg/100 ml serum.
·
Pemeriksaan toleransi glukosa oral/Oral glukosa tolerance test (TTGO),
pemriksaan ini bertujuan menentukan toleransi tehadapa respons pemberian
glukosa. Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh minum
air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemriksaan (untuk
mengukur respon tubuhh tehadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi stress
9keadaan banyak aktivitas dan stres menstruasi epinefrin dan kortisol dan
berpengaruh tehadap peningkatan gula darah melalui peningkatan glukoneogenesis.
Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali normal 2
atau 3 jam kemudian.
·
Essei hemoglobin glikolisat, test ini
mengukur prosentasi glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pada pasien DM tejadi
peningkatan (N:5-6 %)
·
Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum
trigliserida, dapat meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
2.
Pemeriksaan glukosa urin
·
Pemeriksaan ini kurang akurat karena
hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena
obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan
ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal meningkat. Adanya glukosuria
menunjukkan bahwa ambang ginjal tehadap glukosa teganggu.
·
Pemeriksaan ketone urin
·
Badan keton merupakan produk sampingan
proses pemecahan lemak, dan ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah
keton yang besar pada urin akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan.
Adanya ketonuria menunjukan adanya ketoasidosis.